Sebelum sinyal hilang, 1 kapal flotilla berhasil menembus perairan Gaza. Israel kemudian menahan 223 orang. Simak fakta lengkapnya di artikel ini.
Sebelum sinyalnya hilang, 1 kapal flotilla berhasil menembus perairan teritorial Gaza di tengah operasi laut besar-besaran Israel. Pasukan Israel kemudian menahan sebanyak 223 peserta dari armada bantuan internasional tersebut.
Penembusan Kapal ke Perairan Gaza
Dalam upaya besar menembus blokade Israel, 1 kapal flotilla dari Global Sumud Flotilla (GSF) dilaporkan memasuki zona perairan Gaza. Kapal tersebut mencapai posisi sekitar 9,3 mil laut dari pantai Gaza saat sinyal pelacakannya terputus.
Penyelenggara operasi menyatakan bahwa belum ditetapkan apakah kapal itu dihentikan oleh pasukan Israel, menghindari deteksi, atau mengalami gangguan teknis pada sistem pelacaknya.
Operasi Laut Israel dan Penahanan Peserta
Keesokan harinya setelah hilangnya sinyal dari 1 kapal flotilla yang sempat masuk perairan Gaza, militer Israel langsung melancarkan operasi laut skala besar. Operasi ini menargetkan armada bantuan Global Sumud Flotilla (GSF), yang terdiri dari total 44 kapal yang berlayar secara serempak menuju wilayah Palestina.
Dalam operasi tersebut, sebanyak 223 orang berhasil ditahan oleh pasukan Israel. Mereka ditangkap dari sejumlah kapal yang berhasil dicegat di Laut Tengah. Pemerintah Israel mengonfirmasi bahwa sebagian besar peserta telah dipindahkan ke pelabuhan Ashdod untuk diperiksa lebih lanjut. Kapal-kapal dalam flotilla pun disita dan digiring ke pelabuhan militer di bawah pengawalan ketat.
Para peserta dalam armada tersebut merupakan gabungan dari anggota parlemen, jurnalis internasional, aktivis kemanusiaan, hingga pengacara dari lebih dari 45 negara. Kehadiran mereka bertujuan untuk mengirim bantuan kemanusiaan ke Gaza sekaligus menyoroti blokade yang selama ini diberlakukan Israel terhadap wilayah tersebut.
Menurut keterangan dari penyelenggara Global Sumud Flotilla, semua peserta telah bersiap menghadapi risiko intervensi militer. Namun, mereka tetap berkomitmen untuk menyampaikan bantuan secara damai dan tanpa senjata. Dalam pernyataan resmi, disebutkan bahwa para peserta telah dilatih untuk tidak melakukan perlawanan jika dihadang oleh otoritas Israel.
Peristiwa penahanan massal ini terjadi pada malam hari, tepatnya pada Rabu, 1 Oktober 2025, saat flotilla mulai mendekati batas zona maritim yang diklaim oleh Israel. Meski satu kapal sempat menembus garis pembatas, mayoritas armada dihentikan sebelum mencapai pantai Gaza. Laporan juga menyebutkan bahwa militer Israel menggunakan kapal patroli cepat dan helikopter untuk mengepung serta menaiki kapal-kapal bantuan tersebut.
Pemerintah Israel berdalih bahwa operasi ini dilakukan demi alasan keamanan nasional, dengan menyatakan bahwa masuknya armada asing ke wilayah blokade tanpa izin dianggap sebagai pelanggaran kedaulatan maritim. Namun, sejumlah organisasi HAM dan komunitas internasional mengkritik tindakan ini sebagai bentuk pembatasan terhadap bantuan kemanusiaan yang sah secara internasional.
Kapal “Mekino (Albera)” sebagai Kapal yang Menyentuh Zona Gaza
Koresponden Al-Jazeera, Hassan Masoud, yang berada dalam kapal Shireen Abu Akleh, melaporkan bahwa kapal bernama “Mekino (Albera)” adalah kapal yang sinyal pelacakannya hilang setelah berhasil mendekati perairan Gaza. Hilangnya kontak berlangsung selama lebih dari tujuh jam.
Menurut catatannya, ini adalah kali pertama dalam sejarah adanya armada bantuan yang mendekati garis pantai Gaza sedemikian jauh sebelum diintervensi.
Baca juga : Saliba Tolak Real Madrid karena Belum Raih Trofi di Arsenal
Signifikansi & Reaksi
Keberhasilan 1 kapal flotilla menembus perairan Gaza, meskipun hanya sebentar sebelum sinyal pelacaknya hilang, merupakan tonggak penting dalam sejarah upaya kemanusiaan internasional terhadap wilayah yang selama ini terisolasi akibat blokade. Aksi ini bukan hanya simbolis, tetapi juga membawa pesan kuat tentang perlawanan damai terhadap pembatasan akses kemanusiaan yang diberlakukan selama lebih dari satu dekade.
Pencapaian tersebut dinilai sebagai terobosan strategis oleh penyelenggara Global Sumud Flotilla dan para pendukung hak asasi manusia. Pasalnya, selama bertahun-tahun, tidak ada satu pun armada sipil yang berhasil mendekati garis pantai Gaza sejauh itu tanpa langsung dicegat oleh militer Israel. Fakta bahwa 1 kapal flotilla berhasil mencapai titik tersebut sebelum hilang kontak, dianggap sebagai bukti bahwa tekanan internasional dan diplomasi publik bisa menciptakan celah dalam pengepungan yang selama ini sangat ketat.
Namun, keberhasilan tersebut juga memicu respons keras dari pemerintah Israel. Penahanan massal terhadap 223 orang dari berbagai negara, termasuk anggota parlemen dan jurnalis, menunjukkan bahwa Israel memandang tindakan ini bukan sekadar aksi kemanusiaan, melainkan potensi ancaman terhadap kontrol mereka atas jalur laut menuju Gaza. Operasi penahanan ini dilakukan secara sistematis dan cepat, menggambarkan betapa sensitifnya isu pelayaran menuju Gaza bagi otoritas Tel Aviv.
Sementara itu, reaksi internasional mulai bermunculan. Beberapa negara yang warganya ikut serta dalam flotilla dilaporkan tengah memanggil duta besar Israel untuk meminta penjelasan resmi. Organisasi-organisasi HAM internasional juga menyerukan agar para peserta dilepaskan segera dan tanpa syarat, karena mereka dinilai menjalankan misi damai yang sah secara hukum internasional.
Penutup
Secara ringkas, 1 kapal flotilla sempat berhasil menembus wilayah laut Gaza sebelum sinyal pelacaknya hilang. Israel kemudian menahan 223 orang dari armada bantuan tersebut.
Kejadian ini menjadi titik penting dalam dinamika blokade laut terhadap Gaza. Ke depan, dunia akan mengamati langkah diplomasi dan tindak lanjut dari negara-negara terkait terhadap insiden ini.